Minggu, 02 Maret 2008

Implementasi Total Quality Management dalam Pendidikan

Implementasi Total Quality Management dalam Pendidikan
Muhammadia*)
Abstraksi

Pendidikan memungkinkan perubahan, melalui perbaikan dalam proses yang berlangsung secara berkesinambungan (continuous process improvement). Long Life Education, konsep yang telah didengungkan sejak orde baru, bahkan jauh sebelumnya kini memerlukan pemaknaan ulang yang mendalam. Proses pemaknaan yang dimaksud adalah pemberian nilai tambah (value added process) dalam proses pendidikan dan penanaman/pengamalan nilai dalam proses (value in use process) melalui proses pembelajaran.
Proses dengan pemberian nilai tambah dan pengamalan nilai tersebut sangat dibutuhkan agar pendidikan dapat lebih bermakna, dan upaya “memanusiakan manusia” dapat tercapai. Dalam konteks “memanusiakan manusia” inilah di dalamnya mengandung nilai-nilai penting dan akan menjadi value added yang mempengaruhi output, baik dilihat dari sikap dan prilaku maupun dari aspek pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill) yang berdampak secara luas pada kualitas hidup masyarakat yang lebih baik (outcome).

I. Pendahuluan

Konsep School Based Management dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pelaksanaannya ditujukan untuk mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan kini dan masa yang akan datang. Sekalipun konsep ini direkomendasikan untuk dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, namun masih muncul beberapa isu tentang rendahnya mutu pendidikan, kesempatan mendapatkan pelayanan pendidikan yang kurang merata, tingginya angka putus sekolah. Permasalahan tersebut di atas perlu dicermati, bukan hanya oleh pemerintah, tetapi seluruh elemen masyarakat yang cinta pada perubahan.

“Education for all”, mengandung makna yang sangat mendalam. Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa pendidikan merupakan hak azasi bagi setiap manusia. Bahkan, dalam Islam pendidikan anak dimulai sejak dalam kandungan. Interpretasi ini berlanjut dengan peristilahan yang maknanya kurang lebih sama artinya “Long Life Education”. Pendidikan bukan hanya milik orang dewasa, tapi juga anak-anak, remaja, dan juga orang tua. Bukan hanya untuk orang kaya, tapi juga orang miskin.
Tujuan pendidikan nasional, untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, SWT. membutuhkan kerja keras (action), dan komitmen kuat untuk meraihnya. Action yang jelas harus disertai dengan itikat dan niat yang tulus dari seluruh komponen masyarakat (sesuai konsep MBS), untuk secara bersama-sama (work-TEAM= Together Everyone Achieves More) dalam suasana “silaturrahim” dan dilandasi dengan komitmen yang kuat untuk melakukan “reformasi pendidikan” dalam arti: menghijerahkan diri (bangsa) dari segala bentuk kekufuran (sikap/prilaku menyimpang = misconduct) menuju masyarakat pendidikan yang penuh kesyukuran, keikhlasan, kearifan (wisdom) sehingga menjadi manusia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa.
Reformasi pendidikan dimaksud membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dan harus dimulai, meski taruhannya sangat berat. Reformasi pendidikan yang dilakukan memberikan konsekuensi pada perubahan. Perubahan yang terjadi sebagai akibat komitmen yang kuat untuk bersama-sama dalam perubahan akan menjadi lebih “ringan” dan lebih “mudah” dibanding membiarkan proses pendidikan berlangsung hanya sebagai rutinitas, tanpa pemaknaan dan pemberian nilai tambah (value added).
Proses pemaknaan dan pemberian nilai tambah dalam proses pendidikan, khususnya dalam pendidikan formal melalui pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan dengan menempatkan guru sebagai tenaga pendidik pada posisi sentral. Posisi guru dalam hal ini sangat penting artinya, karena proses interaksi yang dituntut dalam proses pembelajaran (bukan PBM) antara siswa dengan guru dilakukan dalam suasana “silaturahim”.
Agar peran guru dalam proses pembelajaran berlangsung secara maksimal, perlu dipertimbangkan beberapa faktor motivasi yang menurut Frederick Herzberg dikenal dengan teori “motivasi-pemeliharaan” yang dipengaruhi oleh dua faktor yang disebutnya “motivators” atau “pemuas” (satisfiers) dan faktor pemeliharaan “hygienic factors” atau (dissatisfiers). Di samping itu perlu pula memperhitungkan kinerja guru dengan tanpa melupakan pemberian penghargaan (reward), baik dalam bentuk kompensasi yang cukup dan adil, maupun bentuk penghargaan lainnya yang layak dan wajar dan dengan tetap menempatkan guru sebagai individu yang berjiwa sosial dan manusiawi.
Kondisi pembelajaran yang kondusif, sebagaimana diharapkan dalam KBK dengan kondisi yang PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) merupakan suatu tuntutan. Dalam konteks ini penggunaan kata-kata “silaturrahim” untuk menjelaskan konsep PAKEM ini menjadi lebih tepat. Sesuai artinya dalam bahasa Arab berasal dari kata “siilatun” dapat diartikan “hubungan” dan “arrahimi” yang mengandung makna kasih sayang, saling memberi dan menerima, saling membutuhkan sebagaimana layaknya “saat bayi dalam rahim”. Konsep silaturahim yang menekankan pada upaya penciptaan hubungan baik (link and match) antara pemerintah dengan masyarakat pendidikan (penyelenggara pendidikan), antara sekolah dengan lingkungan sekolah (komite sekolah, dewan pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan lainnya), antara guru dengan siswa, sangat tepat diimplementasikan dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan ke depan. Apabila guru mampu menciptakan suasana silaturrahim dalam proses pembelajaran akan menjadikan pendidikan semakin penting dan bermakna.


II. Menuju Pendidikan yang Berkualitas dengan Total Quality Management
Pada awalnya (1950 – 1970) upaya peningkatan daya saing efisiensi dan pemecahan masalah dalam unit-unit kerja suatu perusahaan masih bersifat partial (little q). Pada tahun 1970 – 1980 praktik Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circles) dilaksanakan untuk menunjang strategi Kaizen dengan pendekatan total. Kaizen berasal dari kata Kai berarti change dan Zen berarti good atau for the better. Kaizen sendiri dapat diartikan sebagai usaha perbaikan, penyempurnaan, dan peningkatan yang dapat dilakukan di semua bidang dengan berorientasi pada proses, dan dilaksanakan secara berlanjut (continuous improvement), yang mengikutsertakan seluruh karyawan mulai dari top management, middle management, lower management. Secara umum Kaizen berarti suatu perubahan ke arah perbaikan.
Penerapan prinsip-prinsip manajemen modern secara total yang melahirkan kualitas total (total quality), yang kemudian diimplementasikan melalui TQC (Total Quality Control) dan QCC (Quality Control Circles), Kanban, JIT (Just in Time) menjadikan Jepang tidak saja menang dari segi kualitas produksi, tetapi juga jasa. Bisnis jasa yang menekankan pada pemberian service yang berujung pada “customer satisfaction” patut dijadikan acuan dan menjadi solusi PROSDEM (problem solving and decision making).
Agar pendidikan dinilai semakin penting dan bermakna diperlukan penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan pendidikan. Penerapan itu dilakukan secara bersama-sama, terintegrasi, berkelanjutan, dan oleh semua unsur dari pusat sampai daerah, dari pengambil kebijakan hingga pelaksana kebijakan, dari hulu hingga hilir dan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Penerapan fungsi manajemen tersebut saat ini terkesan belum efektif. Hal ini antara lain disebabkan kurang terciptanya hubungan synergic antara hulu dan hilir serta kurangnya penerapan prinsip-prinsip keadilan (fairness), transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), moralitas (morality), keandalan (reliability), dan komitmen (commitment). Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam lingkungan pendidikan secara umum, dan di lingkungan sekolah sebagai pelaksana teknis akan menjamin terselenggaranya pendidikan yang efektif, efisien dan produktif.
Kondisi yang memungkinkan penerapan fungsi manajemen dan terciptanya hubungan yang synergic untuk menciptakan good corporate governance, dalam lingkungan pendidikan, hendaklah dimulai “dari yang kecil-kecil”, dan “Ibda’ binafsika,…” (mulailah dari diri sendiri.”). menjadi modal berharga yang dapat mendorong dan mengembangkan sikap optimisme untuk senantiasa melakukan sesuatu yang baik (tahsiniyah). “Berikan yang terbaik yang mampu anda berikan, dan berupaya untuk menjadi teladan” merupakan gambaran bahwa kualitas sangat penting artinya dalam kehidupan.
III. Implementasi Total Quality Management dalam Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas menjadi dambaan semua orang. Untuk menjadi berkualitas memerlukan proses yang dilakukan secara terus menerus dan secara bersama-sama (quality process improvement and continuous process improvement). Di samping itu kualitas menuntut pengorbanan dalam bentuk biaya (cost). Proses menentukan output, dan besarnya cost of production juga dipengaruhi oleh proses. Semakin lama proses, semakin besar kebutuhan akan cost of production. Pendidikan yang berkualitas menuntut pengorbanan dan kesadaran yang lebih besar dari masyarakat akan pentingnya pendidikan. Apabila kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan bersama-sama melakukan upaya perbaikan dengan melakukan perubahan yang dimulai dari diri sendiri dan dari yang kecil-kecil dan terus menerus, maka taraf keyakinan (level of confidence) kita berada pada tingkat signifikan bahwa pendidikan di Indonesia akan semakin berkualitas.
Dalam penyelenggaraan pendidikan formal, proses nilai tambah diberikan di sekolah sebagai wawasan wiyatamandala melalui guru dan seluruh komponen sekolah lainnya secara bersama-sama. Dalam proses tersebut perlu diterapkan prinsip-prinsip TQM, sehingga ada perubahan paradigma pendidikan dari teacher centered menuju student centered, dari paradigma pengajaran (teaching) menjadi pembelajaran (learning), dan dari “little quality” menjadi “Big Quality”. Perbaikan pada proses dilakukan secara bersama-sama di semua lini, mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tata usaha, security, lingkungan pendidikan, komite sekolah, organisasi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, serta seluruh elemen masyarakat. Tanggung jawab pendidikan tidak dibebankan kepada masyarakat pendidikan saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua.
Keberhasilan pendidikan adalah keberhasilan semua. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) yang disertai dengan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi perlu disupport dengan terlebih dahulu melakukan tahap persiapan yang matang. Di tingkat sekolah perlu dipersiapkan semua perangkat: kepala sekolah harus siap dengan gaya kepemimpinan yang dituntut oleh MBS, guru yang siap mengajar sesuai dengan tuntutan kurikulum KBK, tata usaha perlu mempersiapkan diri dengan sistem pengadministrasian yang “porto-folio”, kesiapan dari segi sarana prasarana pendukung pendidikan, kesiapan mental seluruh personil, dukungan pemerintah dalam hal tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan menjadi bahan pertimbangan yang tidak dapat diabaikan.
Total Quality Management yang menekankan pada perubahan ke arah perbaikan menjadi tuntutan untuk meningkatkan kualitas dan menciptakan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage). Implementasi prinsip-prinsip manajemen dalam pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas pendidikan yang dapat dilihat dari prestasi atau efektivitas dan pada efisiensi. Aspek efektivitas dapat dilihat pada: masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai (Engkoswara, 1988).
Kajian terhadap efektivitas suatu usaha panjang dan berkesinambungan seperti pendidikan, mengantar kita pada pertanyaan apa yang menjadi indikator efektivitas pada setiap tahapannya. Indikator ini tidak saja mengarah pada apa yang ada (input, process, output, outcome), tetapi juga pada apa yang terjadi atau proses. Indikator tersebut adalah: (1) indikator input; meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen, (2) indikator process; meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik, (3) indikator output; berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamika sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan, dan kesamaan. dan (4) indikator outcome; meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan, serta pendapatan (Mulyasa, 2003).
Efektivitas organisasi termasuk organisasi layanan publik (public service) seperti lembaga pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu: efektivitas keseluruhan, kualitas, produktivitas, kesiagaan, efisiensi, profit, pertumbuhan, pemberdayaan lingkungan, stabilitas, perputaran atau keluar-masuknya pekerja, semangat kerja, motivasi, kepuasan, penerimaan tujuan organisasi, keluwesan dan adaptasi, dan penilaian pihak luar.
Selanjutnya produktivitas pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Thomas (1992) dapat ditinjau dari tiga dimensi, yaitu: (a) dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam proses pendidikan, baik oleh guru, kepala sekolah, maupun pihak lain yang berkepentingan, (b) dari segi keluaran perubahan prilaku dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran prestasi akademik yang telah dicapainya dalam priode belajar tertentu di sekolah, (c) dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan (cost) dan perolehan (earning) yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
III. Penutup
Pelaksanaan KBK yang saat ini masih dalam taraf sosialisasi, ke depan perlu dimaksimalkan. Salah satu upaya memaksimalkan, dalam arti efektif dan efisien diperlukan rencana strategis (strategic plan). Penajaman visi, misi, tujuan, program sampai implementasi program sekolah menjadi syarat mutlak yang tidak boleh ditawar-tawar. Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawabnya terhadap pendidikan sesuai konsep education for all yang telah dikemukakan di atas. Di samping itu sudah saatnya prinsip-prinsip TQM “diadopsi” dari dunia usaha (bisnis) ke dunia pendidikan dengan melakukan adjustment agar tepat sasaran. Dalam TQM, semua orang dalam organisasi ikut bertanggung jawab dalam memberikan service yang berkualitas. Budaya “tiada hari tanpa perubahan” perlu dibangun.
Demikian halnya jika pendidikan dilaksanakan dalam konsep edutaiment dengan menerapkan Total Quality Management, maka kepuasan stakeholders (orangtua siswa) akan tercipta (customer satisfaction), dan mind-share dan mind-heart masyarakat (orangtua siswa) terhadap sekolah akan semakin baik. Brand-image sekolah tersebut muncul dengan sendirinya, dan ungkapan “sekolah takut kehilangan siswa” tidak perlu ada, karena di dalamnya telah terjadi proses penambahan nilai (VAP) dan penanaman/pengamalan nilai dalam proses pembelajaran (value in use process) akan menggeser little “q” menjadi BIG “Q”.*

Tidak ada komentar: