Minggu, 03 Mei 2009

PERAN PENGAWAS SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh : Ali Sholihin

A. Pendahuluan

Sesuai Pasal 39 dan 41 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengawas sekolah merupakan jabatan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Pengawas –yang merupakan tenaga kependidikan—mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan demikian, pengawas sekolah sebenarnya berfungsi sebagai penjamin terwujudnya proses pembelajaran di sekolah. Lebih tegasnya pengawas sekolah memiliki tugas dan fungsi yang sangat menentukan dalam pengendalian mutu, kontrol proses dan evaluasi kinerja guru.
Namun di sisi lain kita sering mendengar perilaku pengawas yang datang ke sekolah, duduk di ruang kepala sekolah, menulis laporan supervise di buku supervise walaupun dia tidak pernah ke kelas untuk melihat guru mengajar. Padahal pengawas diharapkan dapat memberikan masukan, saran dan bahkan meningkatkan motivasi dan semangat para guru agar tidak patah arang dalam mencoba menerapkan gagasan, pengetahuan, dan keterampilan mereka di kelas.
Di sinilah pengawas dituntut tidak hanya sekedar mampu, namun juga profesional dalam menjalankan perannya sebagai penjamin terwujudnya proses pembelajaran di sekolah. Untuk itulah seorang pengawas dituntut memiliki kemampuan dan kompetensi yang utuh dan komperehensif.




B. Kompetensi Pengawas Sekolah.

Dan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 12 Tahun 2007 tentang Setandar Pengawas Sekolah/Madrasah, selain harus memenuhi kualifikasi dan persyaratan-persyaratan akademik, Pengawas Sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi dasar, diantaranya sbb :

Kompetensi Pengawas Sekolah
A. Kepribadian
Menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengawas satuan pendidikan yang professional
Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas profesinya
Memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang profesinya.
Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder sekolah.
B. Supervisi Manajerial
Menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-misi-tujuan dan program sekolah-sekolah binaannya.
Menyusun metode kerja dan berbagai instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan.
Membina kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).
Membina kepala sekolah dalam melaksanakan administrasi satuan pendidikan meliputi administrasi kesiswaan, kurikulum dan pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, keuangan,lingkungan sekolah dan peran serta masyarakat.
Membantu kepala sekolah dalam menyusun indikator keberhasilan mutu pendidikan di sekolah.
Membina staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya.
Memotivasi pengembangan karir kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah-sekolah binaannnya dan menindak lanjutinya untuk perbaikan mutu pendidikan dan program pengawasan berikutnya.
Mendorong guru dan kepala sekolah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kepala sekolah.
Memantau pelaksanaan inovasi dan kebijakan pendidikan pada sekolah-sekolah binaannya.
C. Supervisi Akademik
Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan bidang ilmu yang menjadi isi tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam menentukan tujuan pendidikan yang sesuai, berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan/ mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk rumpunnya berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
Menggunakan berbagai pendekatan/metode/ teknik dalam memecahkan masalah pendidikan dan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan startegi/metode/teknik pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi peserta didik melalui bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam menyusun rencana pembelajaran (RPP) untuk tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan media pendidikan yang sesuai untuk menyajikan isi tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam melaksanakan strategi/metode/teknik pembelajaran yang telah direncanakan untuk tiap bidang pengembangan/ mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi peserta didik pada tiap bidang pengembangan/mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam merefleksi hasil-hasil yang dicapai, kekuatan, kelemahan, dan hambatan yang dialami dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Membantu guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan, dan memanfaatkan fasilitas pembelajaran yang berkaitan dengan mata pelajaran SD/mata pelajaran sekolah menengah yang termasuk dalam rumpunnya.
D. Evaluasi Pendidikan
Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai untuk tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
Membimbing guru dalam menentukan kriteria dan indikator keberhasilan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan pada satuan pendidikan yang menjadi binaannya
Menilai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran pada tiap bidang pengembangan/mata pelajaran yang termasuk dalam rumpunnya.
Menilai kemampuan kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan.
Menilai kinerja staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Menilai kinerja sekolah dan menindaklanjuti hasilnya untuk keperluan akreditasi sekolah.
Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja staf sekolah.
Memantau pelaksanaan kurikulum, pembelajaran, bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk perbaikan mutu pendidikan pada sekolah binaannya
Membina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran tiap bidang pengembangan/mata yang termasuk dalam rumpunnya
Memberikan saran kepada kepala sekolah, guru, dan seluruh staf sekolah dalam meningkatkan kinerjanya berdasarkan hasil penilaian.
E. Penelitian dan Pengembangan
Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam pendidikan.
Menentukan masalah kepengawasan yang penting untuk diteliti baik untuk keperluan tugas pengawasan, pemecahan masalah pendidikan, dan pengembangan profesi.
Menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal penelitian kualitatif maupun proposal penelitian kuantitatif.
Melaksanakan penelitian pendidikan baik untuk keperluan pemecahan masalah pendidikan, perumusan kebijakan pendidikan maupun untuk pengembangan profesi.
Mengolah dan menganalisis data penelitian pendidikan baik data kualitatif maupun data kuantitatif.
Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun pelaksanaannya.
Menyusun karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan/kepengawasan.
Mendiseminasikan hasil-hasil penelitian pada forum kegiatan ilmiah baik lisan maupun tulisan.
Membina guru dalam menyusun karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.
Membuat artikel ilmiah untuk dimuat pada jurnal.
Menulis buku/modul untuk bahan pengawasan.
Menyusun pedoman/panduan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan.
F. Sosial
Menyadari akan pentingnya bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri dan profesinya.
Menangani berbagai kasus yang terjadi di sekolah atau di masyarakat .
Aktif dalam kegiatan organisasi profesi seperti APSI, PGRI, ISPI dan organisasi kemasyarakatan lainnya.


Kualifikasi Pengawas Sekolah
Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan bagi pengawas dan calon pengawas satuan pendidikan terdiri atas kualifikasi umum dan khusus.
(1) Umum (berlaku untuk semua pengawas satuan pendidikan):
Memiliki pangkat minimal Penata golongan ruang III/c
Berusia maksimal 50 tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan.
Pernah menyandang predikat guru atau kepala sekolah berprestasi
Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan
Menempuh pendidikan profesi pengawas
(2) Khusus
a. Pengawas TK/RA/BA, SD/MI:
berlatar belakang pendidikan minimal S1 diutamakan S2 kependidikan dengan keahlian pendidikan ke-TK/SD-an.
guru TK/SD bersertifikat dengan pengalaman kerja minimal 8 (delapan) tahun atau Kepala Sekolah TK/SD berpengalaman kerja minimal 4 (empat) tahun.
b.Pengawas Pendidikan Khusus (PLB):
berpendidikan minimal S1 kependidikan diutamakan S2 kependidikan dalam rumpun mata pelajaran pendidikan khusus.
Guru PLB bersertifikat dengan pengalaman kerja minimal 8 (delapan) tahun atau Kepala Sekolah PLB berpengalaman kerja minimal 4 (empat) tahun.
c.Pengawas SMP/MTs:
berpendidikan minimal S2 kependidikan dengan berbasis S1 kependidikan atau S1 non-kependidikan plus Akta dalam rumpun mata pelajaran MIPA, IPS, Bahasa, Olahraga-Kesehatan dan rumpun Seni Budaya sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
guru SMP/MTs bersertifikat dengan pengalaman kerja minimal 8 (delapan) tahun atau Kepala Sekolah SMP/MTs berpengalaman kerja minimal 4 (empat) tahun.
d.Pengawas SMA/MA:
berpendidikan minimal S2 kependidikan dengan berbasis S1 kependidikan atau S1 non-kependidikan plus Akta dalam rumpun mata pelajaran MIPA, IPS, Bahasa, Olahraga-Kesehatan dan rumpun Seni Budaya sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
guru SMA/MA bersertifikat dengan pengalaman kerja minimal 8 (delapan) tahun atau Kepala Sekolah SMA/MA berpengalaman kerja minimal 4 (empat) tahun.
e.Pengawas SMK/MAK:
berpendidikan minimal S2 kependidikan dengan berbasis S1 kependidikan atau S1 non-kependidikan plus Akta dalam rumpun pertanian dan kehutanan, teknologi dan industri, bisnis dan manajemen, kesejahteraan masyarakat, Pariwisata dan rumpun seni dan kerajinan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
guru SMK/MAK bersertifikat dengan pengalaman kerja minimal 8 (delapan) tahun atau Kepala Sekolah SMK/MAK berpengalaman kerja minimal 4 (empat) tahun.
Kualifikasi akademik yang dijelaskan di atas dijadikan dasar dalam melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pengawas. Artinya dalam pengangkatan pengawas satuan pendidikan rekrutmen atau penjaringan calon pengawas harus memenuhi kualifikasi tersebut di atas untuk selanjutnya mengikuti seleksi atau penyaringan secara khusus.
Seleksi melalui tes yang terdiri atas tes tertulis, tes performance dan forto folio. Tes tertulis meliputi (1) tes potensi akademik dan kecerdasan emosional (2) tes penguasaan kepengawasan dan (3) tes kreativitas dan motivasi berprestasi. Tes performance dilaksanakan melalui presentasi makalah kepengawasan dilanjutkan dengan wawancara. Sedangkan forto folio dilaksanakan melalui penilaian terhadap karya-karya tulis ilmiah yang dihasilkan calon pengawas serta bukti fisik keterlibatan dalam kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan dll.

Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Sekolah

Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Sekolah



Diambil dari: Nana Sudjana. 2006. Standar Mutu Pengawas. Jakarta: Depdiknas)

A. Tugas Pokok Pengawas Sekolah

Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yakni:

  1. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah,
  2. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya,
  3. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.

Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, dapat dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah yang meliputi:

  1. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.
  2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Tugas pokok yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan manajerial sedangkan tugas pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya memberikan pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan mulai dari rencana program, proses, sampai dengan hasil. Bimbingan dan bantuan diberikan kepada kepala sekolah dan seluruh staf sekolah dalam pengelolaan sekolah atau penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah. Pengawasan akademik berkaitan dengan membina dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa.

Sedangkan wewenang yang diberikan kepada pengawas sekolah meliputi: (1) memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi, (2) menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya yang diawasi beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3) menentukan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. Wewenang tersebut menyiratkan adanya otonomi pengawas untuk menentukan langkah dan strategi dalam menentukan prosedur kerja kepengawasan. Namun demikian pengawas perlu berkolaborasi dengan kepala sekolah dan guru agar dalam melaksanakan tugasnya sejalan dengan arah pengembangan sekolah yang telah ditetapkan kepala sekolah.

Berdasarkan kedua tugas pokok di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh pengawas antara lain:

  1. Menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester dan setiap tahunnya pada sekolah yang dibinanya.
  2. Melaksanakan penilaian, pengolahan dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru.
  3. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil belajar/bimbing­an siswa.
  4. Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah.
  5. Memberikan arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/ bimbing­an siswa.
  6. Melaksanakan penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di sekolah binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah.
  7. Menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah binaannya dan melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan stakeholder lainnya.
  8. Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah sebagai bahan kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya.
  9. Memberikan bahan penilaian kepada sekolah dalam rangka akreditasi sekolah.
  10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sekolah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas maka tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi), (2) advising (memberi advis atau nasehat), (3) monitoring (memantau), (4) reporting (membuat laporan), (5) coordinating (mengkoordinir) dan (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut (Ofsted, 2003).

Tugas pokok inspecting (mensupervisi) meliputi tugas mensupervisi kinerja kepala sekolah, kinerja guru, kinerja staf sekolah, pelaksanaan kurikulum/mata pelajaran, pelaksanaan pembelajaran, ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya, manajemen sekolah, dan aspek lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat.

Tugas pokok advising (memberi advis/nasehat) meliputi advis mengenai sekolah sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran yang efektif, memberi advis kepada kepala sekolah dalam mengelola pendidikan, memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah, memberi advis kepada orang tua siswa dan komite sekolah terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.

Tugas pokok monitoring/pemantauan meliputi tugas: memantau penjaminan/ standard mutu pendidikan, memantau penerimaan siswa baru, memantau proses dan hasil belajar siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat guru dan staf sekolah, memantau hubungan sekolah dengan masyarakat, memantau data statistik kemajuan sekolah, memantau program-program pengembangan sekolah.

Tugas pokok reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke masyarakat publik, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah binaannya.

Tugas pokok coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber daya sekolah baik sumber daya manusia, material, financial dll, mengkoordinir kegiatan antar sekolah, mengkoordinir kegiatan preservice dan in service training bagi Kepala Sekolah, guru dan staf sekolah lainnya, mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah.

Tugas pokok performing leadership/memimpin meliputi tugas: memimpin pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah, partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah, partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna mewujudkan kelima tugas pokok di atas.

Berdasarkan uraian tugas-tugas pengawas sebagaimana dikemukakan di atas, maka pengawas satuan pendidikan banyak berperan sebagai: (1) penilai, (2) peneliti, (3) pengembang, (4) pelopor/inovator, (5) motivator, (6) konsultan, dan (7) kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaannya. Dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah dapat dimatrikkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Matrik Tugas Pokok Pengawas

Rincian
Tugas

Pengawasan Akademik
(Teknis Pendidikan/ Pembelajaran)

Pengawasan Manajerial
(Administrasi dan Manajemen Sekolah)

Inspecting/
Pengawasan

Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran

Proses pembelajaran/ praktikum/ studi lapangan

Kegiatan ekstra kurikuler

Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar

Kemajuan belajar siswa

Lingkungan belajar

Pelaksanaan kurikulum sekolah

Penyelenggaraan dministrasi sekolah

Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah

Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah

Kerjasama sekolah dengan masyarakat

Advising/
Menasehati

Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang efektif

Guru dalam meningkatkan kompetensi professional

Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar

Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas

Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial dan pedagogik

Kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan

Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan

Kepala sekolah dalam peningkatan kemamapuan professional kepala sekolah

Menasehati staf sekolah dalam melaksanakan tugas administrasi sekolah

Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan sekolah

Monitoring/
Memantau

Ketahanan pembelajaran

Pelaksanaan ujian mata pelajaran

Standar mutu hasil belajar siswa

Pengembangan profesi guru

Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar

Penyelenggaraan kurikulum

Administrasi sekolah

Manajemen sekolah

Kemajuan sekolah

Pengembangan SDM sekolah

Penyelenggaraan ujian sekolah

Penyelenggaraan penerimaan siswa baru

Coordinating/
mengkoordinir

Pelaksanaan inovasi pembelajaran

Pengadaan sumber-sumber belajar

Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru

Mengkoordinir peningkatan mutu SDMsekolah

Penyelenggaraan inovasi di sekolah

Mengkoordinir akreditasi sekolah

Mengkoordinir kegiatan sumber daya pendidikan

Reporting

Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran

Kemajuan belajar siswa

Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik

Kinerja kepala sekolah

Kinerja staf sekolah

Standar mutu pendidikan

Inovasi pendidikan

B. Fungsi Pengawas Sekolah

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, pengawas sekolah melaksanakan fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.

Supervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah.

Sasaran supervisi akademik antara lain membantu guru dalam: (1) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbing­­an, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbing­an, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/ bimbingan, (4) me­manfaat­kan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pem­belajaran/bimbingan, (5) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (7) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (9) mengembangkan dan me­manfaat­kan alat Bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (11) me­ngembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dll.) yang tepat dan berdaya guna, (12) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pem­belajaran/bimbingan, dan (13) mengembangkan inovasi pem­belajar­an/bimbingan.

Dalam melaksanakan fungsi supervisi akademik seperti di atas, pengawas hendaknya berperan sebagai:

  1. Mitra guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah binaannya
  2. Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah binaannya
  3. Konsultan pendidikan di sekolah binaannya
  4. Konselor bagi kepala sekolah, guru dan seluruh staf sekolah
  5. Motivator untuk meningkatkan kinerja semua staf sekolah

Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup: (1) pe­rencanaan, (2) koordinasi, (3) pelaksanaan, (3) penilaian, (5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumberdaya lainnya. Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan seperti: (1) administrasi kurikulum, (2) administrasi keuangan, (3) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (4) administrasi personal atau ketenagaan, (5) administrasi kesiswaan, (6) administrasi hubungan sekolah dan masyarakat, (7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah, serta (8) aspek-aspek administrasi lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas hendaknya berperan sebagai:

  1. Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembang­an manajemen sekolah,
  2. Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah binaannya
  3. Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah binaannya
  4. Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil pengawasan

C. Kewenangan dan Hak Pengawas Sekolah

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas sekolah/satuan pendidikan, setiap pengawas memiliki kewenangan dan hak-hak yang melekat pada jabatannya. Beberapa kewenangan yang ada pada pengawas adalah kewenangan untuk:

  1. Bersama pihak sekolah yang dibinanya, menentukan program peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaannya.
  2. Menyusun program kerja/agenda kerja kepengawasan pada sekolah binaannya dan membicarakannya dengan kepala sekolah yang bersangkutan,
  3. Menentukan metode kerja untuk pencapaian hasil optimal berdasarkan program kerja yang telah disusun.
  4. Menetapkan kinerja sekolah, kepala sekolah dan guru serta tenaga kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan layanan pengawas.

Hak yang seharusnya diperoleh pengawas sekolah yang profesional adalah :

  1. Menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan golongannya,
  2. Memperoleh tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas yang dimilikinya,
  3. Memperoleh biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-tugas kepengawasan seperti; transportasi, akomodasi dan biaya untuk kegiatan kepengawasan.
  4. Memperoleh tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi pengawas.
  5. Menerima subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesi pengawas.
  6. Memperoleh tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di daerah terpencil, rawan kerusuhan dan atau daerah bencana alam.

Semua biaya hak di atas dibebankan pada Pemerintah Pusat dan Daerah. Sedangkan tunjangan kesejahteraan diharapkan diberikan oleh pemerintah daerah. Besarnya tunjangan-tunjangan di atas disesuaikan dengan kemampuan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Subsidi dan insentif untuk peningkatan profesionalitas pengawas diberikan sekali dalam setahun oleh pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan. Besarnya subsidi dan insentif disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Subsidi diberikan kepada pengawas melalui koordinator pengawas (korwas) yang ada disetiap Kabupaten/Kota. Untuk itu setiap korwas perlu menyusun program dan kegiatan peningkatan kemampuan profesionalisme pengawas di daerah­nya.

Perlu adanya pemikiran lebih lanjut mengenai status kepegawaian pengawas sekolah, apakah berstatus pegawai pusat yang ditempatkan di daerah. Ataukah tetap sebagai pegawai daerah, baik di tingkat provinsi (pengawas SMA dan SMK), di kabupaten (pengawas SLB dan SMP) dan di kecamatan (pengawas TK/SD).

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/08/tugas-pokok-fungsi-hak-dan-wewenang-pengawas-sekolahsatuan-pendidikan/

Senin, 30 Maret 2009

BELAJAR DARI PENGALAMAN KOREA

Korea dapat dikatakan telah berhasil membangun tata pemerintahan yang baik (good governance). Kehadiran KICAC (Korean Independent Commission Against Corruption) makin mendorong penciptaan good governance. KPK perlu belajar dari keberhasilan KICAC. Beberapa hal yang perlu kita pelajari dari Korea, antara lain:
1. Program-program “whistle-blower protection, code of conduct for public officials, evaluation of anti-corruption policy and integrity index, cooperation-building with civic groups, toward a clean and transparent society”.
2. Motto KICAC adalah membangun Korea, “Toward a Clean and Transparent Policy”. Ada peluang kerjasama KPK dengan KICAC dalam lingkup “development of anti-corruption policies and institutional improvement initiatives for public institutions, conduct diagnostic surveys and evaluation of other public institutions anti corruption policies and their enforcement, educate and campaign against corruption, support non-governmental organizations efforts to prevent corruption, promote international cooperation among anti-corruption organizations, handel whistle-blowing, protect and reward whiste-blowers, and carry out various activities related to combating corruption”.
3. Corruption can be defined as “cor” (together) and “rupt” (ruin), “something dirty and ugly, which will go to ruin together in the end”. Pemerintah DKI Jakarta perlu belajar dari Strategi “Seoul Metropolitan Government: Clean and Transparent City”, melalui “systematic approach, preventive measures (deregulation, breaking away from the Chain of Corruption), Punitive Measures (punishment for every single wrongdoing, corruption report card to the Mayor), ensuring transparency in administrative procedure (OPEN system, administrative information disclosure system, and public-private partnership (citizen Ombudsman system, public-private partnership inspection and assessment)”.
4. Tujuh Program bisa dipelajari dari Seoul, yaitu (1) OPEN System (Online Procedures Enhancing for Civil Applications): Disclosing the Entire Civil Application Procedure via Internet, Disclosure of Information for 54 Fields of Operation, OPEN Receives International; (2) Anti-Corruption Index: Measuring Integrity by citizen’eyes, Steady Improvements; (3) Citizen Ombudsman System: Citizens Overseeing City Administrative Affairs, Cyber Ombudsman System; (4) Integrity Pact: Transparency in Public Contract Procedures, Strong Sanctions against Violators of the Integrity Pact; (5) Wide Variety of Corruption Report Channels: E-mail the Mayor, Corruption Report Card to the Mayor; (6) Self-Cleaning Initiatives within the Government Community: The Civil Servant Code of Conduct, The Center for Clean-Hands; and (7) Transparency and Fairness in Administrative Procedure: Digital Bidding System, Cyber Tax Service System (http://efax seoul.go.kr).
5. Penerapan e-government sampai ke desa-desa, keberhasilan INV-Project Information Network Village), dan Internet Semaul Undong dalam memacu pembangunan daerah dan pemasaran produk-produk unggulan daerah.
6. Para peserta diskusi dapat belajar dari Prof. Yun-Won Hwang, President of the Korean Association of Public Administration, bagaimana Korea membangun paradigma baru pemerintahan (small government/referee state, information state, citizen state, customer state, preservation state, open state, and participatory state), merits system, national audit office, administrative research commission, civil service gifts control, deregulation and simplification of administrative procedures to promote private sector’s autonomy and creativity, restructuring of central government, senior government position opened to public, privatization, innovation roadmap, developing an integrated human resources management model for high-level officials, introducing an Autonomous Police System, government bureaucracy becomes much more clean, productive, efficient, effective, responsible, and democratic, developing entrepreneurial government model, and the implementation of NPM (New Public Management): performance pay, benchmarking, custome orientation, team building, competition, privatization, contracting out, and entrepreneurial administration.

Belajar dari Korea untuk mewujudkan good governance dan clean government, serta bebas KKN: “Corruption” can be translated into “something dirty and ugly, which will go to ruin together in the end” (“corrupt” originated from the Latin combination of “Cot” = together and “Rupt” = ruin).

1) Learned from Korea’s Anti-Corruption Implementation: “Toward clean and transparent society”, we will do our best to prevent and eradicate corruption, we will be certain to protect and reward whistle-blowers, we will focus on reforming the mind-set of public officials and citizens, and we will take care to prevent re-occurrence of corruption.
2) The Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC) was built
under Anti-Corruption Act, 25 January 2002, The Function of KICAC:
a. Develop anti-corruption policies and institutional improvement initiatives for public institutions;
b. Conduct diagnostic surveys and evaluation of other public institutions’anti corruption policies and their enforcement;
c. Educate and campaign against corruption;
d. Support non-governmental organizations efforts to prevent corruption;
e. Promote international cooperation among anti-corruption organizations;
f. Handle whistle-blowings protect and reward whistle-blowers; and
g. Carry out various activities relatied to combating corruption.
h. Tackle the corruption issue at a national level with systems-based approach.
i. Shift the policy focus from detection and punishment of corrupt acts to the removal of its cultural, social, and institutional breeding grounds.
j. Code of Conduct for Public Officials
k. Evaluation of Anti Corruption Policy and Integrity Index
l. Cooperation-Building with Civic Groups
m. Toward Clean and Transparent Society
3) Anti Corruption Strategies Toward ”Seoul Clean and Transparent City”
a. System Approach
b. Preventive Measure: deregulation, breaking away from the Chain of Corruption.
c. Punitive Measures: punishment for every single wrongdoing, corruption report and of the Mayor.
d. Ensuring Transparency in Administrative Procedure: OPEN system, administrative information disclosure system.
e. Public-Private Partnership: citizen Ombudsman system, public-private partnership inspection and assessment.
4) Anti Corruption Programs of “Seoul Clean and Transparent City”
a. OPEN System (Online Procedures Enhancement for Civil Application System): Disclosing the Entire Civil Application Procedure via the Internet, Disclosure of Information for 54 Fields of Operation, OPEN System Receive International.
b. Anti-corruption Index: Measuring Integrity by citizens’eyes, Steady Improvements.
c. Citizen Ombudsman System: Citizens Overseeing City Administrative Affairs, Cyber Ombudsman System.
d. Integrity Pact: Transparency in Public Contract Procedures, Strong Sanctions against Violators of the Integrity Pact.
e. Wide Variety of Corruption Report Channels: E-mail the Mayor, Corruption Report Card to theMayor.
f. Self-Cleaning Initiatives within the Government Community. The Civil Servant Code of Conduct, The Center for Clean-Hands.
g. Transparency and Fairness in Administrative Procedure: Diigital Bidding System, Cyber Tax Service System.
5) Towards good governance: a democratic state and governance, fostering democracy and development through e-government, citizens, business, and governments, dialogue and partnerships for democravy and development, innovation and quality in the government, and reinventing government toward participatory and transparent governance.
6) From Korea and other countries, Indonesia want to learn the successful on combating corruption through developing effective and transparent systems for public services (integrity in public services, accountability and transparency), strengthening anti-bribery actions and promoting integrity in business operations (effective prevention, investigation, and prosecution, corporate responsibility and accountability), and supporting active public involvement (public discussion of corruption, access to information, and public participation).
7) e-Government in Korea: “Backgrounds and Challenges of the e-Government Initiatives: Korea’s Experiences, Srategies and Policy Issues” (Ministry of Government Administration and Home Affairs, Korea)
a. Aggressive IT Policy (Fist National Computer Project, 1987: Networks, Databases), Information Superhighway, mid 1990’s: Information infrastructure), and Internet Diffusion: infrastructure, contents, applications, powerful tool for transparency.
b. Internet Explosion and e-Government: convenience, quality of life, G4C (representing the e-Government Initiatives), internet users (31 million), global trends of internet, internet growth: high speed internet subscribers (11 million households “e-mail, buying and selling, entertainment”, potential demand for Online Service Delivery; What Internet Explosion? Net CafĂ© (PC Bang), 32,000 across the nation, apartmnent blocks (economies of density), Global Tredof Internet: “Internet Changes Everything”, Government, Commerce, Education.
Vision of the e-Government: internet access to government services, effective tool for government innovation and modernization, and participatory government, traditional portal, live-event portal,and functions of government websites. The G4C System: Government Portal Site (internet access to government at home), Information Sharing System (citizenships, land, vehicle, businesses, taxes), Implementing the Infrastructure (e-Authentication, OPEN System, e-Document, e-Payment), Improving the Legal Structure (for Electronic Services Delivery), Each service cut across a number of agencies (citizenships, ownership of lands and vehicles), Information Shring System, etc. s.d. butir m halaman 12 paper.
Coordination? What Remains? Roadmap to e-Government (2003-2007)?
Realizing the e-Government Vision?:
8) The INV Project (Information Network Village Project)
Purpose: National Information Drive. Model village for informatization (develop information contents, e-Commerce for social local product, form local communities). Present standard model of local informatization. Reduce Digital Divide, Boost Regional Economy, Establish the Needs of e-Government services. Information Network Villages: Seoul/Incheon.Gyeonggi – Daejeon.Chungnam – Gwangju.Jeonnam – Kangwon – Chungbuk – Daegu.Gyeongbuk – Busan.Ulsan.Gyeongnam.
Seven Major Tasks of INV Program: (1) creation of information contents, (2) training, (3) organization of self operation system, (4) enhancement of th public awreness, (5) connection of the broadband internet network, (6) providing PC’s, (7) opening of Village Information Center. e-Commerce for special local products: from producer to consumer (order, delivery, conformation), product registration, promotion/marketing, order confirmation, acceptance, shipping. Village Information Center: opening room, kiosk, please register your product! There’s an internet class tomorrow. It’s Mr. Kim’s birthdy this coming Friday. Expectation – Completion of e-Government: (1) boost personal income and local economy through e-Commerce of local specialities, (2) active information exchange through formation of local communities, (3) present standard model for loal informatization, and (4) expansion of informatization to entire country.
From “Semaul Undong” to “Internet Semaul Undong”: e-government help in developing regional development and marketing of regional product.
9) Korea’s Anti-Corruption Action Plan Implementation
A. Whistle-blower Protection
1. Guideline was set up in June 2002: Objective: to provide physical safety and identity
protection for whistle blower and cooperators for investigation.
Main Elements:
a. Guidelines and procedures for cancelklation of protection request by requester, for re-requesting for denied of unfulfilled protection measures.
b. Governing system requiring notification to related authorities like the police for effective whistle-blower protection.
2. Internal Guidelines for Whistle-Blower Protection was established and enforced
in June 2002
Objective: to create atmosphere where whistle-blower can feel safe and receive fair treatment.
Main Elements:
a. Requirement on attaching resder’s log to case documents.
b. Disqualification of persons with conflicting interest in assigning cases.
c. Cooperation for protecting whistle-bloiwer’s identity when transferring petitions to related agencies.
d. Attach written request for cooperation shen referring cases to investigate agencies.
1. Making Manual for “whistle-blower protection andf reward”
Operation includes basic information on how to deal with visiting whistle-blowers and handle procedures for whistle-blower protection and reward.
B. CODE OF CONDUCT FOR PUBLIC OFFICIALS
a. Korea is considered as a nation that has achieved economic development with the highest speed during the past five decades.
b. By way of government-initiated economic development, Korea has grown to become the thirteenth largest economy in the world. Keeping pace with such material growth, the people of Korea has developed a high level of civic awareness.
c. Our people now strongly demand that the government be “productive” and “ethical”. In response to this demand, Korea has made continuedefforts to promote the productivity in government since the 1990s, with various regulatory reforms and restructuring of the public sector.
d. We have cnducted an extensive survey with citizens and public servants in order to legislate the Code of Conduct with a presidential decree, a sub-regulation of the Acts. The Code is now under a jurisprudential examination by a professional legislative institution.
e. In February 2003, the Code of Conduct was submitted to the Ministerial Meeting presided by the President of Korea. It would be effective by May, after three months of preparations for education and publicity.
C. EVALUATION OF ANTI-CORRUPTION POLICY AND INTEGROTY INDEX
1. Evaluation of Anti-Corruption Policy (EAP)
This evaluation is conducted by expert group, called “advisory group” based on regular public survey and aims to ensure that they comply with its policy directions.
2. Measure and Announce Integrity Perceptions Index (IPI) for public agencies
a. Enable citizens (users of public services) to evaluate public agencies (service providers) with an aim to spur these public agencies to make voluntary efforts against corruption.
b. In 2002, KICAC selected 71 agencies such as central government agencies and public corporations and the comprehensive result of estimation will be announced sooner or later.
D. COOPERATION-BUILDING WITH CIVIC GROUPS
Background:
a. Government efforts alone is not enough to fundamentally address the issue.
b. Need to create a closely-knit network with civic groups to expand an anti corruption atmosphere and increase public awareness and support.
Major Achievements
a. Transparency Forum was launched.
b. Composed of executive figures of NGOs, leading scholars, and working-level figures.
c. The Forum was held five times (April, May, July, September 2002, and February 2003).
d. Ideas on anti-corruption policy direction and vision were discussed and shared. Specifically, ways to eradicate political corruption and reform of inspection organization of high-level public officials.
e. KICAC held anti-corruption seminars and discussion in cooperation with civic groups.
f. To collect on draft Code of Conduct for public officials and to look for improvement on reward system for tax evasion disclosure, turnkey construction practice (construction bidding “from design to completion”), personnel practice in schools and local government authorities.
g. Expand Expand (Island of Integrity) Movement (Formely, Anti-Corruption Certification System)
1) Objective: discover and support unknown integrity groups and spread anti-corruption atmosphere to every sector of society.
2) To select qualified groups, we are collecting experts and civil activists to organize Advisory Committee.
3) Going to provide incentives like “Integrity Mark”, or “Integrity Certification” to groups to be selected as (Integrity Island) and link them in an alliance to lead society-wide anti-corruption campaign.
h. Anti-Corruption Campaign
From March to April and from October to November 2002, KICAC held anti-corruption campaigns in administrative capitals of local provinces in cooperation with local civic groups and at the same time, operated circuit center to receive corruption reporting.
E. International Cooperation:
1) 11th International Anti-Corruption Conference
2) APEC Anti-Corruption Ministerial Meeting (ACMN)
3) ACA (Anti-Corruption Ahgencies) Forum
4) Global Forum on Reinventing Government, Seoul, May 24-27, 2005
5) APEC Anti-Corruption Ministerial Meeting, Seoul, October 2

Dikutip dari berbagai tulisan yang dirangkum oleh:
Prof. Drs. Komarudin, MA.

Pendidikan GRATIS di Sulsel

Untuk menjadi bahan renungan sekaligus sebagai pembelajaran bagi kita bahwa apa yang orang lain dijadikan "mimpi" ternyata bagi kaum yang lainnya "nyata". Sulawesi Selatan telah membuktikan hal tersebut dengan konsep pendidikan GRATIS. Berikut ini merupakan bagian kecil dari sejumlah informasi tentang pendidikan GRATIS yang dikutip dari situs resmi Depdiknas.

Bagi Provinsi Sulawesi Selatan masalah pendidikan adalah masalah yang sangat strategis. Mewujudkan pendidikan gratis pada jenjang SD dan SMP yang hanya dianggap mimpi oleh banyak orang mulai ditetapkan oleh provinsi ini pada 2008. Bahkan, beberapa kabupaten mulai menetapkan pendidikan gratis pada jenjang SMA.

"Banyak orang yang mengatakan pendidikan gratis itu tidak mungkin dilakukan karena begitu kompleknya masalah pendidikan. Padahal kalau ini sudah dijalankan, secara pasti pendidikan gratis sangat mudah dilakukan. Sebenarnya tinggal membutuhkan tekad dan kemauan kita bersama tanpa mengurangi apapun dari semua budgeter dan pendekatan yang selama ini telah ada," kata Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo pada sesi paparan Rembuk Nasional Pendidikan 2009 di Pusdiklat Depdiknas, Sawangan, Depok, Senin (23/2/2009).

Syahrul menyebutkan, penerapan kebijakan pendidikan di provinsi dengan jumlah penduduk sebanyak delapan juta orang ini dilakukan dengan empat pendekatan utama. Pertama, kata dia, pendekatan filosofis bahwa masalah pendidikan adalah masalah mendasar dan strategis yang berkaitan dengan tanggung jawab bersama. Kedua, pendekatan sosiologis bahwa jika masalah pendidikan terabaikan maka pasti saja masyarakat di masa yang akan datang makin rendah mutunya. "Kalau kita mau menuntaskan masalah kemiskinan dan kekurangan yang kita rasakan selama ini tidak lain hadirkan agenda intelektual yang makin baik," katanya.

Pendekatan ketiga, lanjut Syahrul, adalah dari sisi yuridis mulai dari Undang - Undang Dasar 1945, Undang - Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sebagainya, yang memberikan alur atau ruang bahwa masalah pendidikan adalah masalah hak dasar rakyat yang mutlak diwujudkan oleh pemerintah. Keempat, pendekatan kultural bahwa orang yang bersekolah dengan baik selalu saja mendapatkan tempat dan derajat yang lebih baik di tengah - tengah masyarakat.

Pendekatan yang lain, kata Syahrul, adalah budget negara yang diturunkan juga sisi yang penting sekali. Menurut dia, selama kurun waktu lima tahun terakhir anggaran yang diberikan pemerintah sangat cukup untuk membiayai pendidikan dan kesehatan gratis. "Oleh karena itu, tidak ada alasan sedikitpun untuk tidak menggratiskan SD dan SMP," ujarnya.

Hal lain, ungkap Syahrul, adalah bahwa tidak ada guru atau pegawai yang melakukan pendidikan tidak bergaji di atas Rp.2 jt. Kemudian, ditunjang lagi dengan penerimaan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebanyak Rp.540.000 dan dana pendidikan yang dikeluarkan pemerintah provinsi kurang lebih Rp.260.000. "Maka ada tambahan hampir Rp.800.000. Belum kalau dikaitkan guru yang bersertifikasi dan dana BOS 2009 yang naik lagi. Selain itu, ada uang mengajar per jam guru. Kesejahteraan guru jauh - jauh lebih baik dibandingkan kesejahteraan pegawai yang pangkatnya setara pada tingkat pegawai negeri, TNI, dan Polri" ujarnya.

Keberhasilan Provinsi Sulawesi Selatan dalam pengelolaan pendidikan dan kesehatan selama delapan bulan terakhir mampu menerobos peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) dari peringkat 23 menjadi tujuh besar nasional, sedangkan tingkat pertumbuhan investasi berada di peringkat enam.

Selain membebaskan biaya pendidikan bagi siswa di jenjang pendidikan dasar dan memberikan insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memberikan beasiswa bagi 1.000 orang untuk melanjutkan pendidikan sarjana (S1). Peningkatan kualitas pendidikan jenjang doktoral (S3) pun terus digenjot dengan memberikan beasiswa keluar negeri bagi sebanyak 100 orang. "Kami berharap lima tahun ke depan punya 500 doktor," Syahrul.

Kemudian, kata Syahrul, saat ini sedang dilakukan uji coba pada beberapa kabupaten untuk melakukan wajib belajar pendidikan 12 tahun. Penuntasan buta aksara juga terus dicanangkan. Sebanyak 11 dari 24 kabupaten telah berkomitmen untuk menyelesaikan buta aksara. Sementara, untuk menjawab keraguan bahwa kalau pendidikan gratis maka kualitasnya akan berkurang, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menggandeng negera donor melakukan pelatihan dengan sistem teleconference. "Kita coba dengan program sertifikasi guru dulu. Guru tidak perlu berkumpul di Makassar. Setiap hari, dari 24 kabupaten sebanyak 40 guru bisa diakses perbaikan kualitas pendidikannya," katanya.

Menurut Syahrul, kiat yang paling menentukan dari proses mewujudkan pendidikan gratis adalah adanya nota kesepahaman (MoU) antara bupati dengan gubernur. MoU ini, kata dia, antara lain menyangkut pembagian porsi anggaran untuk pendidikan. Dia menyebutkan, sebanyak 40 persen ditanggung oleh pemerintah provinsi dan sebanyak 60 persen ditanggung oleh pemerintah kabupaten/kota. "Gratisnya anak - anak bukan berarti tidak membayar, tetapi karena dibayarkan oleh pemerintah provinsi, kabupatan, dan kota," ujarnya.***

Sumber:www.depdiknas.go.id

Jumat, 19 Desember 2008

Manajemen Antrian "Lantas"

Dalam perjalanan ke Makassar tanggal 6 Desember 2008 sekitar pukul 17.15 wita, saya sempat beberapa kali geleng-geleng kepala melihat kelakuan para pengendara sepeda motor pada saat kendaraan berjubel dan jalanan macet. Tidak berfungsinya lampu pengatur jalan di simpang empat dari Maros ke Makassar poros jalan tol dan ke Bandara Internasional Makassar menyebabkan antrian panjang kendaraan. Maklum suasana menjelang Hari Raya Idul Adha. Waktu menunjukkan pukul 17.45 WITA ketika itu, kendaraan kami masih berada di antara antrian panjang tersebut.
Dalam kondisi jalan yang penuh sesak dengan kendaraan seperti itu, banyak di antara pengendara yang mencuri jalan melewati garis tengah jalan. Akibatnya kemacetan dari arah berlawanan pun tak terelakkan. Satu demi satu kendaraan saling mendahului dan mengambil jalan di bagian kanan melewati garis tengah. Polisi yang mengatur lalu lintas di sekitar titik kemacetan agak kewalahan. Apalagi ketika itu menjelang magrib, di mana pengendara saling berlomba karena ingin cepat sampai di tujuan masing-masing.
Di tengah antrian panjang tersebut saya teringat pada prilaku disiplin para pengendara di negara tetangga Brunei Darussalam. Jika berada di simpang jalan, pengendara sangat berhati-hati sebelum mengambil arah berbelok, bahkan sempat berhenti sejenak meskipun kondisi jalan yang lengang. Tentu saja angka kecelakaan lebih rendah jika perilaku pengemudi taat tata tertib/disiplin berlalu lintas. Demikian pula di negara-negara maju seperti Jepang, kesadaran pengendara sudah sedemikian tinggi, sehingga tugas Polisi hanya memantau arus lalu lintas.
Kita memang harus belajar dari kemajuan dan kedisiplinan negara lain terutama dalam hal antrian di tempat pelayanan umum. Mungkin kampanye tentang sadar berlalu lintas perlu terus digalakkan agar pengemudi semakin sadar dalam berkendara. Bila perlu di sisi jalan juga perlu dibuat semacam rambu-rambu yang mirip “iklan” (menarik) atau himbauan agar pengemudi lebih sabar dan membiasakan diri antri di jalan raya. Sosialisasi tentang disiplin berlalulintas perlu terus dilakukan oleh pihak Kepolisian dan Dinas Perhubungan dengan sasaran para pengemudi pemula. Proses untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) juga perlu lebih diperketat, serta ketegasan dan konsistensi aparat kepolisian untuk menindak pelanggaran lalu lintas sangat mendukung terciptanya tertib lalu lintas.
Sudah saatnya manajemen antrian diterapkan di jalan, agar keselamatan berlalu lintas yang menyangkut keselamatan jiwa manusia dapat terwujud. Memberi contoh bagaimana antrian yang baik bagi pengemudi yang telah mengerti merupakan tahap awal yang akan sangat membantu. Dengan demikian diharapkan teladan seperti itu ditiru pengendara lain, dan lama kelamaan akan tercipta tertib lalu lintas di jalan sehingga perjalanan terasa nyaman, aman, dan selamat sampai di tujuan.
Mulailah dari diri sendiri, mulai saat ini,... tunggu,.... esok pasti lebih baik!

Makassar, 6 Desember 2008

Marafahardian6671

Generasi Platinum

Setiap periode waktu memunculkan generasi tersendiri yang dapat dikenali dari karakter mereka yang khas. Dewasa ini yang mulai banyak disoroti adalah munculnya anak-anak yang disebut sebagai “generasi platinum”. Besiaplah untuk menyambut dan mempersiapkan mereka menjadi generasi yang siap menyongsong masa depan.

Pemberian istilah “generasi platinum” adalah untuk membedakan dengan genrasi-generasi terdahulu, sebelumnya yang dikenal adalah generasi baby boomers, generasi X, dan generasi Y. Platinum sendiri bermakna sebagai sesuatu yang sangat ernilai, bahkan lebih dari emas.

Generasi baby boomers adalah generasi yang lahir setelah perang dunia kedua, yaitu antara tahun 1946 – 1964. Setelah sebelumnya terus-menerus dilanda peperangan. Pada periode tersebut, kondisi kehidupan masyarakat mulai membaik dan terjadi “ledakan” jumlah kelahiran di seluruh dunia – sehingga muncul istilah “baby boomers”.
Pada saat generasi ini tumbuh, televisi yang menawarkan beragam acara mulai tumbuh. Sebagian besar dari mereka juga mengenal dan menjadikan musik rock n roll sebagai medium mengekspresikan diri. Generasi ini dikenal dengan karakeristiknya yang suka memberontak. Meski demikian, generasi ini berjas untuk membuka jalan bagi semakin luasnya kebebasan individu dan perjuangan hak-hak sipil.

Berikutnya adalah generasi yang lahir pada periode 1965 – 1980. Mereka disebu sebagai generasi X. Anak-anak generasi X sangat akrab dengan program musik di televisi, khususnya MTV, pada masa mereka juga muncul video games. Anak-anak pada masa ini memiliki karakter sinis, skeptis, dan kurang optimis menatap masa depan. Namun generasi ini juga dikenal sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknlogi dan memiliki semangat kwirausahaannya. Dapat dilihat betapa perusahaan-perusahaan raksasa di internet adalah bikinan dari anak-anak pada generasi X.

Generasi berikutnya adalah generasi Y, yaitu anak-anak yang lahir pada periode tahun 1981 – 1995. Generasi yang juga dikenal sebagai “generasi millennium” ini tumbuh bersamaan dengan munculnya teknologi komunikasi yang canggih dan internet. Karakter khas mereka adalah cenderung menuntut, tidak sabar, serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang buruk. Meski terkenal cuek dan cenderung mengabaikan peraturan kantor saat bekerja, namun generasi Y ini dipuji karena semangat dan energi mereka yang luar biasa dalam bekerja.

Generasi Platinum
(Sumber: Fajar, 23 Dese-2007, h.2-3)

Jumat, 21 November 2008

Filateli Hobi Kreatif dan Menyenangkan

Tahukah Anda arti "filatelis"? Kata ini berasal dari kata filateli, artinya hobi mengumpulkan benda-benda pos antara lain prangko. Sedangka "filatelis" adalah orang yang gemar mengumpul prangko atau benda-benda pos lainnya. Kegemaran ini kemudian melahirkan perkumpulan filatelis mulai dari club filatelis sampai perkumpulan yang bertaraf internasional. Organisasi ini di Indonesia disebut Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI). Pengurus Pusat PFI berkedudukan di Jakarta, sedangkan Pengurus Daerah (PD-PFI) berkedudukan di ibu kota provinsi. Di tingkat kabupaten dibentuk Pengurus Cabang PFI, sedang di tingkat unit/organisasi/instansi dibentuk Club Filatelis.
Wadah PFI ini diharapkan memberi manfaat positif, khususnya bagi generasi muda. Pemerintah (melalui Ditjen Postel) pernah menggalakkan program "sejuta filatelis" dengan sasaran "siswa". Program ini diluncurkan atas kerjasama Departemen Pendidikan dengan Ditjen Postel, Deparpostel ketika itu, dan ditindaklanjuti oleh Perum Pos dan Giro (sekarang: PT. Pos Indonesia). Bahkan program ini juga didukung oleh Gerakan Pramuka, yang kemudian melahirkan Surat Keputusan Bersama.
Program ini mendapatkan respon dari masyarakat, terutama kalangan pendidikan, namun saat ini tindak lanjut program ini sudah tidak nampak lagi. Filatelis melalui PFI masih tetap eksis, meski dukungan dari pemerintah semakin kurang.
Di lingkungan pendidikan hobi ini sangat menarik untuk dikembangkan mengingat kandungan nilai dari benda filateli, seperti prangko itu multidimensional. Banyak hal yang dapat diperoleh dari benda kecil dan unik yang dinamai "PRANGKO" ini. Sisi disainnya untuk seni, nilai nominalnya untuk ekonomi, gambarnya untuk sejarah dan seni, dsb.
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, prangko menjadi lahan bisnis yang menguntungkan.
Beberapa keuntungan tersebut dapat menjadi bahan untuk kemudian menjadikan FILATELI sebagai pilihan tepat untuk kegiatan ekstrakurikuler siswa kita. Yang jelas Filateli adalah hobi sehat yang menyenangkan, bermanfaat dan dapat menumbuhkembangkan kreatifitas siswa.


M.Arafah
PD-PFI Sulsel